KOLTIM – LINGKARSULTRA.COM – Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Kolaka menetapkan Kepala Desa (Kades) Atulanu, Kecamatan Lambandia, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Idris sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik pada salah satu pegawai Inspektorat Koltim inisial SA.
Dengan Pasal yang disangkakan yakni Pasal 310 ayat 1, 2 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP Junto pasal 55, 56 KUHP atas dugaan perkara tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik atau fitnah.
Hal itu dibenarkan, Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Penmas Humas Polres Kolaka, Aipda Riswandi bahwa sebelum laporan polisi secara resmi diterbitkan pada 11 Maret 2022, sudah terlebih dahulu ada pengaduan dari pegawai Inspektorat Koltim inisial SA pada tanggal 16 November 2021 yang lalu.
Atas dasar pengaduan SA itulah kata Riswan sehingga dilakukan penyelidikan dengan langkah-langkah klarifikasi terhadap orang yang mengetahui permasalahan tersebut termasuk Kepala Desa Atulanu.
“Pihak penyidik telah melakukan gelar perkara dan rapat bersama terkait penetapan tersangka Kades Atulano, sehingga pada tanggal 11 Maret 2022 dilakukan pelaporan secara resmi sekaligus status Kades tersebut langsung dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan,” terang Riswan sapaan akrabnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (4/4/2022).
Sementara itu, di tempat yang berbeda kuasa hukum Kepala Desa Atulanu, Abiding Slamet menyampaikan bahwa jika laporan polisi dengan nomor: LP/B/62/III/2022/Polres Kolaka/Polda Sultra, tanggal 11 Maret 2022 yang dijadikan acuan penetapan tersangka kliennya maka dirinya selaku kuasa hukum menilai sangat inprosedural.
Bahkan dihari yang sama juga, sambung Abiding, telah diterbitkan Surat Penyidikan Nomor : SP. Sidik/29. a/III/2022/Reskrim tanggal 11 Maret 2022. Kata dia selaku kuasa hukum tersangka juga kembali mempertanyakan mengapa klien kami ditetapkan sebagai tersangka sementara belum dilakukan penyelidikan.
“Kami patut mempertanyakan proses penyelidikan terhadap klien kami karena tiba – tiba ditetapkan sebagai tersangka,” terang Abiding sapaan akrabnya saat menggelar konferensi persnya.
Menurutnya untuk mendapatkan bukti permulaan maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan, jika sudah ada bukti permulaan yang cukup maka boleh dilakukan penyidikan dan yang menjadi pertanyaan adalah tidak ada penyelidikan tetapi langsung penyidikan.
“Seandainya laporan pengaduan pada bulan November 2021, kami tidak ada masalah karena sudah sesuai prosedur. Namun di dalam surat pemanggilan klien kami di situ tidak tertera laporan pengaduan pada bulan November 2021 sebagai dasar pemanggilan,” jelasnya.
Kata dia poin selanjutnya yang menjadi pertanyaan yakni termohon tidak pernah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan (SP. Lidik) untuk Kades Atulanu kalau mengacu pada laporan polisi Maret 2022. Dan itu juga dinilai janggal.
“Semestinya mereka melampirkan laporan polisi bulan November bukan Maret 2022, sehingga kami menduga dalam penetapan tersangka klien kami inprosedural,” katanya.
Abiding juga menyampaikan bahwa kliennya tidak pernah dipanggil sebagai saksi untuk mengklarifikasi dugaan pencemaran nama baik sesuai laporan polisi pada 11 Maret 2022. Namun kliennya hanya menerima undangan pemanggilan sebagai tersangka, dan ini dinilai sangat aneh.
Tak hanya itu, ia juga menduga perkara kliennya pihak Polres Kolaka belum pernah melakukan gelar perkara untuk menetapkan status dari penyelidikan ke penyidikan
“Atas kejanggalan itu kami akan melakukan pengajuan di Pengadilan Negeri (PN) untuk mempraperadilankan pihak penyidik Polres Kolaka terkait penetapan tersangka klien kami yang diduga inprosedural,” jelasnya.
“Kami juga selaku tim kuasa dalam waktu dekat akan melakukan pelaporan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh SA kepada klien kami pada Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara dan Inspektorat Provinsi Sulawesi Tenggara,” tutupnya.
Laporan: Epin