
KONAWE SELATAN – LINGKARSULTRA.COM – Kepala bidang (Kabid) Pemerintah desa (Pemdes) Dinas Pemberdayaan Masyatakat dan Desa (DPMD) Konawe Selatan, Iwan Darmansyah mewakili Kadis DPMD menjelaskan SK dua tahun BPD tidak diperpanjang, dikarenakan berbenturan dengan UU Nomor 3, namun pasca putusan Desa di MK dan pelantikan Kades, SK BPD akan segera dibuatkan.
Hal itu disampaikan Iwan Darmansyah saat mengahidiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe selatan dan dihadiri Asosiasi BPD Konawe Selatan di Aula Rapat Sekretariat DPRD Konawe Selatan, Senin (20/1/2025).

“Semua BPD SKnya akan diperpanjang. Tapi ada BPD yang sudah melakukan pemilihan yang berakhir pada tanggal 4 April tahun 2024 artinya 15 desa ini sudah disurati bulan Februari sebelum mereka berakhir pada tanggal 6 untuk segera melakukan pemilihan BPD. Alhamdulilah 15 desa ini hasilnya sudah ada,” jelasnya.
Tetapi kata Iwan sapaan akrabnya sebelum dilantik tanggal 6 April 2024 sudah ada polemik terkait Undang – Undang Desa tersebut sehingga tidak diperpanjang.
Desa yang dimaksud kata Iwan yakni, Desa Polewali Kecamatan Lainea, Kecamatan Konda yakni, Desa Puosu Jaya, Desa Lamomea, Desa Ambololi, Desa Lebo Jaya, Desa Lambusa, Pombula Jaya, Desa Tanea, Cialam Jaya, Desa Wonua, Desa Masagena, Kecamatan Moramo Utara yakni, Desa Puuasana dan Desa di Kecamatan Buke.
“15 desa ini untuk SK BPDnya sudah ada, makanya kami butuh saran dari DPRD kenapa kami minta saran kepada DPRD karena Undang – Undang Desa nomor 3 sudah berakhir jabatan baru bisa di undang – undangkan,” jelasnya.
Terkecuali kata dia jabatan BPD yang berakhir tanggal 25 April 2024 otomatis SKnya akan diperpanjang oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Dan SKnya sementara dikoordinasikan.
“Yang jelas pertemuan Rapat Dengar Pendapat ini saya akan laporkan kepada atasannya saya ke Kepala Dinas untuk segera ditindaklanjuti,” terangnya.
Menurut Iwan, BPD selain mendapatkan tunjangan juga mendapatkan Biaya Operasional (BOP), terkait kesejahteraan BPD selain operasional 5 juta/tahun, juga mendapatkan insentif,” jelasnya.
Terkait fungsi BPD di desa kata Iwan bahwa musyawarah desa ada dua yakni musyawarah desa dan musyawarah BPD. Kaitannya musyawarah BPD dalam penetapan APBdes ini telah dibahas dalam internal BPD setelah ada kesepakatan terkait kebijakan yang strategis maka disampaikanlah kepada Kepala Desa untuk dilakukan musyawarah desa.
“Jadi yang sudah ditetapkan oleh BPD maka itu yang akan dibahas pada musyawarah desa,” jelasnya.

Sementara itu Ketua DPRD Konawe Selatan, Hamrin saat membuka RDP tersebut mengatakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unjuk tombak pembangunan di desa.
“BPD dan Kepala Desa tidak bisa dipisahkan karena saling membutuhkan, BPD mengawasi pemerintahan sedangkan Kepala Desa menjalankan pemerintahan,” jelasnya.
Kedepan kata Hamrin antara BPD dan Kepala Desa harus saling bersinergi karena kedua jabatan itu sangat penting untuk menentukan jalanya pembangunan dan pemerintahan.
“Makanya BPD harus diperjuangkan hak – haknya karena posisinya BPD seperti DPRD sedangkan Kepala Desa seperti Bupati. Itulah saya bilang mereka tidak bisa dipisahkan,” jelasnya.

Kata Hamrin Keluhan BPD selama ini akan diatensi oleh DPRD seperti honor, Biaya Opersional (BOP) harus betul – betul diperjuangkan supaya tidak lagi kesannya BPD hanya sebagai pelengkap.
“Saya sebagai Ketua DPRD Konawe Selatan akan memperjuangkan haknya. Pokonya honor harus dinaikan dan juga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) supaya kinerja mereka dapat ditingkatkan,” jelasnya.
Untuk itu ia meminta kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), segera menyelesaikan polemik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang sampai hari ini masih dikeluhkan dan belum ada titik terang.
“Ada beberapa yang menjadi keluhan BPD di Konsel. Poinnya kalau saya tangkap yakni, terkait perpanjangan SK BPD, BOP dan honor anggota BPD dinaikkan, peningkatan SDM bagi BPD melalui Bimtek, serta legalitas fungsi BPD dalam penetapan anggaran desa,” beber Ketua DPRD Konsel Hamrin.
“Keluhan secara keseluruhan sudah dapat dimengerti, dan kami selaku pimpinan akan berupaya semaksimal mungkin untuk mengkoordinasikan dan duduk bersama dengan Bupati terpilih di bulan April terkait masalah ini,” pungkasnya.
Sementara itu Wakil Ketua I DPRD Konawe Selatan Ronal Rante Alang, mengungkapkan jika sejauh ini dirinya banyak mendapat keluhan dari BPD dimana mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan di desa tersebut.
Pertanyaannya ada apa kata Ronal sapaan akrabnya kenapa tidak pernah dilibatkan hal itu juga bisa ditelusuri oleh pihak DPMD.
“Harus jelas alasannya para Kepala Desa kenapa tidak melibatkan BPD. Padahal BPD ini adalah rekan kerja Kepala Desa,” jelasnya.
Untuk itu ia berpesan kepada DPMD untuk mengawasi dan menekan Kepala Desa agar kedepan BPD dapat dilibatkan dalam program desa.
“Jangan kesannya BPD hanya pelengkap. Siapa yang tidak kesal kalau hanya dianggap pelengkap,” tuturnya.

Sementara itu Ketua Asosiasi Badan Pemusyawaratan Desa Kabupaten Konawe Selatan, Indra Mahmud mengatakan bahwa jika sebelumnya tahun 2021 pernah terjadi pertemuan antara Asosiasi BPD Konawe Selatan dengan Bupati Konawe Selatan Surunuddin Danga.
Dalam pertemuan itu kata dia membahas masalah Peraturan Daerah terkait peningkatan Biaya Operasional dan Honor maupun peningkatan Sumber Daya Manusia BPD.
Keberadaan BPD kata Indra sapaan akrabnya mulai terbentuk tahun 2017 dimana dalam visi misinya seperti Asosiasi Persatuan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
“Tujuan terbentuknya Asosiasi BPD ini supaya kalau ada keluhan – keluhan di desa maka Asosiasi akan hadir sebagai penengah dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.
Menurutnya persoalan yang ada di desa ketika Kepala Desa bersama BPD berjalan beriringan maka yakinlah semua permasalahan bisa terselesaikan dengan baik. Baik itu masalah internal maupun eksternal.
“Kami tentunya sebagai BPD sangat mendukung program pemerintah desa karena secara langsung kami juga sebagai pemerintah. Tapi Kepala Desa juga harus tahu keberadaan BPD di desanya,” tuturnya.

Sebagai Ketua Asosiasi kata Indra akan terus menyuarakan kebenaran walaupun itu harus berhadapan dengan siapapun.
“Secara legalitas jabatan BPD sah maka dari itu saya minta DPRD maupun Pemda untuk memperhatikan peningkatan BOP maupun honor kami,” jelasnya.
Namun BPD juga kata dia selalu berkonsultasi terhadap DPRD ketika menemui kendala di lapangan. Baik itu di internal maupun eksternal itu sendiri.
“DPRD juga harus membuka diri jika BPD datang untuk menyampaikan keluhannya.
Perlu diketahui di BPD juga bicara SDM banyak yang mumpuni bahkan ada juga yang Aparatur Sipil Negara (ASN) di dalam Asosiasi ini,” pungkasnya.
Menurut Indra Asosiasi BPD tersebut sudah banyak berbuat untuk pemerintah daerah contoh seperti di Kecamatan Laonti dan Kecamatan Tinanggea masyarakat datang melapor BPD yang selesaikan.
“Dan kami harap setelah RDP ini harus ada realisasi jangan lagi ditunda – tunda,” jelasnya.
Sekretaris Asosiasi BPD Kabupaten Konawe Selatan, Tomin Landema mengatakan keberadaan BPD di desa dianggap sebagai pelengkap. Hal itu kata dia tidak anggapnya BPD oleh Kepala Desa.
“Kenapa saya bilang BPD hanya pelengkap karena kita tahu sendiri honornya berapa, BOPnya berapa bahkan juga tidak pernah dilibatkan BPD dalam hal pengambilan kebijakan,” jelas Tomi sapaan akrabnya.

Menurutnya BPD dan Kepala Desa jauh akan lebih baik jika bersinergi agar program – program yang ada di desa dapat berjalan dengan baik tanpa ada kendala.
Terkait perpanjangan SK kata Tomi dirinya tak muluk – muluk. Karena aturan dalam perpanjangan SK sangat jelas. Kepala Desa diharap agar tidak lagi mempolitisasi perpanjangan SK tersebut.
Tomin Landema mewakili lainnya juga menyampaikan bahwa selama ini menjabat BPD tidak ada SK yang dipegang. Sehingga merasa BPD adalah pelengkap saja.
“Ada oknum Kades, tidak membayarkan BOP, kami mengharapkan agar pemerintah memperhatikan kami mengingat posisi BPD sangat krusial di pemerintah desa. Selama setahun kami tidak mendapatkan apa-apa karena SK sudah tidak diperpanjang,” bebernya.
Tomin Landema juga sebagai Ketua BPD di Desa Ambololi Kecamatan Konda tahu persis bagaimana nasib BPD yang dianggap sebelah mata oleh Kepala Desa.
Menurut Tomin jauh sebelumya sudah ada surat masuk ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Konawe Selatan terkait bagaimana perpanjangan SK namun tidak pernah direspon hal itu mengundang tanda tanya pada internal Asosiasi BPD Konawe Selatan.
“Saya juga korban di Desa Ambololi sebagai Ketua BPD. Bayangkan saja Desa Ambololi sangat mumpuni SDMnya maupun namun ketika kita didaulat menjadi Ketua BPD berarti itu sangat luar biasa sekali,” cetusnya.
“Bayangkan saja Desa Ambololi itu mempunyai tiga anggota Dewan sebagai keterwakilan masyarakat berarti di situ dapat dilihat luar bisa sekali kalau bicara SDM,” tambahnya.
Namun sayang kata Tomin perwakilan anggota DPRD itu tapi yang berasal dari Desa Ambololi Kecamatan Konda tidak mampu untuk membantu dan menyuarakan perpanjangan SK itu.
“Gimana mau tidak merasa seperti pelengkap Kepala Desa sudah diperpanjang SKnya terus BPD tidak diperpanjang sementara jelas dalam undang – undang,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Konsel Mbatono Suganda mempertanyakan kepada DPMD terkait fungsi BPD di tingkat desa dalam hal pembahasan anggaran di desa.
Kata Mbatono apakah BPD dalam pembahasan anggaran di desa dia hanya sekedar hadir atau BPD juga mempunyai tanggung jawab terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBdes)
Selanjutya kata dia masaalah perpanjangan SK BPD. Seandainya kata Mbatono DPMD tanggap dalam merespon perpanjangan SK ini dirinya yakin tak akan pernah ada riak – riak ataupun polemik yang berkepanjangan.
“Saat yang lalu kami Komisi I sudah pernah melakukan teguran terhadap DPMD. Di Konawe Selatan ini ada dua tahap tentang masa berakhirnya masa jabatan Kepala Desa dan BPD. Tahap pertama itu diambil yang kita laksanakan pemilihan Kepala Desa pada bulan September tahun 2023 dan hampir bersamaan pemilihan BPD dan Kepala Desa dan itu tuntas,” jelasnya.
Sedangkan kata dia Kepala Desa yang baru dilantik baru – baru ini dan BPD yang sudah dipilih langsung di SKkan sementara yang jadi persoalan bulan November 2024 terjadi perpanjangan Kepala Desa berdasarkan Undang – Undang nomor 6 tahun 2024 ada 25 Desa di Konawe Selatan yang belum diperpanjang SKnya.
“Yang jadi persoalan hari ini adalah BPDnya tidak diperpanjang SKnya padahal saya sudah sampaikan kepada Dinas DPMD untuk SK BPDnya diperpanjang,” bebernya.
Inilah yang menjadi polemik karena belum diperpanjang SK BPD sehingga dalam pengambilan keputusan di desa menjadi tumpang tindih.
“Bahkan terjadi di desa saya. Pembahasan APBdes BPD tidak diundang alasan Kepala Desa karena tidak ada perpanjangan SKnya. Ini harus dievaluasi kedepan. BPD harus betul – betul memayungi desa di Konawe Selatan ini, jangan hanya dapat namun tidak bisa menjalankan peraturan tersebut,” paparnya.
Untuk itu dirinya meminta kepada pihak DPMD agar SK Kepala Desa harus cepat diperpanjang.
“DPMD itu harus menyampaikan ke kepada Kepala Desa untuk membayarkan honor, BOP. Di Kecamatan Tinanggea itu terjadi Kepala Desa tidak mau bayarkan honornya karena SK belum ada,” terangnya.
Bahkan Mbatono menerima informasi ada BPD yang belum dibayarkan honornya sampai sudah dua tahun. Pertanyaannya kata Mbatono dimana fungsi pengawasan DPMD selama ini.
“Ini miris terjadi sampai 2 tahun honor BPD tidak dibayarkan oleh Kepala Desa. Dimana uang itu,” tanya Mbatono.
Untuk itu Mbatono menyarankan ke Asosiasi untuk mendeteksi semua anggota BPD yang belum dibayarkan haknya.
“Saya menduga ini bukan hanya terjadi di satu dua desa bahkan semua desa yang belum membayarkan haknya BPD. Polemik ini harus dikawal jangan sampai Kepala Desa main – main dalam hal ini,” ucapnya.

Anggota Komisi I DPRD Konsel Purnomo mengatakan ada beberapa substansi yang perlu dikaitkan yakni sumber persoalan sekarang adalah bagaimana meloloskan pengajuan pencairan desa itu disertakan dengan persetujuan yang ditandatangani oleh BPD Desa masing – masing.
“Itu dilakukan supaya BPD di desa dapat merasa difungsikan, tanpa adanya persetujuan maka dana jangan dicairkan supaya tidak ada lagi kesannya antara BPD dan Kepala Desa merasa dimanfaatkan,” jelasnya.
Purnomo mengingatkan Kepada DPMD bahwa pada saat Kepala Desa mengajukan pencairan agar DPMD meminta secara tertulis persetujuan dari BPD yang ada di desa tersebut.
“Ketika tidak dilampirkan atas persetujuan BPD maka saya minta kepada DPMD untuk memproses lagi pencairannya,” ungkap Purnomo.
Menurutnya ketika diterapkan hal tersebut maka akan terjalin simbiosis mutualisme dalam tugas antara BPD dan Kepala Desa itu sendiri.
Menyinggung masalah kekosongan jabatan BPD karena SKnya tidak diperpanjang dalam satu tahun itu maka anggaran harus dipastikan masih ada.
“Makanya DPMD harus menanyakan ke Kepala Desa masalah honor BPD yang satu tahun terakhir apakah masih ada ketika sudah tidak ada lagi berarti itu temuan dan bisa dipidana,” tuturnya.
Laporan: Lan/Advertorial