KONSEL – LINGKARSULTRA.COM – Komisi II DPRD Kabupaten Konawe Selatan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Karya Alam Perdana (KAP), salah satu investor yang masuk berinvestasi pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kecamatan Benua Kabupaten Konawe Selatan, Senin (12/6/2023).
RDP tersebut sebagai tindak lanjut atas dugaan pembangunan pabrik yang diduga belum memiliki izin oleh Barisan Muda Sulawesi Tenggara.
Ketua Barisan Muda Sulawesi Tenggara, Jefri Rembasa menuturkan sesuai Pasal 43 Undang-Undang No. 39 tahun 2014 tentang perkebunan berbunyi kegiatan usaha pengelolaan hasil perkebunan dapat didirikan pada wilayah perkebunan swadaya masyarat yang belum ada usaha pengelolaan hasil perkebunan setelah memperoleh hak atas tanah dan izin usaha perkebunan.
“Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan jelas menyatakan usaha industri pengelolaan hasil perkebunan untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyediaan bahan baku minimal 20 persen berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan,” ujarnya.
Selain itu, tambah dia, masih dalam Peraturan Menteri Pertanian masyarakat/perusahaan perkebunan yang tidak memiliki unit pengelolaan dan belum mempunyai ikatan kemitraan dengan industri pengelolaan hasil perkebunan.
RDP itu dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Konawe Selatan, Nadira, SH didampingi Dr. Sabrilah Taridala, Muh. Taufik Mansyur, dan anggota Komisi II lainnya.
Dihadiri oleh Kepala DPM-PTSP Konawe Selatan, I Putu Darta, Kepala Dinas PUPR, Askar, Dinas Pertanian, Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konawe Selatan, Camat Basala dan Kepala Desa Kecamatan Benua.
Kepala DPM-PTSP Konawe Selatan, I Putu Darta di hadapan Komisi II DPRD menuturkan perizinan membuka ruang investasi yang ril bagi pengusaha untuk terbukanya lapangan kerja.
Sehingga, kata Putu, pemerintah daerah menyambut dan mempercepat proses perizinannya.
Senada dengan itu Kadis PU-PR Konawe Selatan, Askar mengaku tata ruang pembangunan pabrik sudah sesuai dan sudah baku prosedurnya. “Tidak ada pelanggaran dan vertek pertanahannya sudah terbit,” terangnya.
Dikatakannya, memang diakui wilayah yang diusulkan berdekatan sungai. Sehingga rencana pembangunan pabrik disetujui sebagaian di wilayah Kecamatan Benua.
“Jadi dalam sisi tata ruang tidak ada yang dilanggar. Kalau tidak diterbitkan dan selalu menghambat maka akan terbit sendiri tata ruangnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Pihak Balai Taman Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), Tasim, tinjauan rencana pembangunan pabrik masih dalam wilayah 3-4 hektar.
Dia mengatakan pembangunan pabrik PT KAP harus sejalan dengan lingkungan. “Seperti dilengkapi instalasi air limbah. Buangan limbahnya ke mana jangan sampai ke sungai atau Rawa Aopa,” tuturnya.
Dalam RDP dewan tersebut terungkap jika kawasan rencana pembangunan pabrik kelapa sawit bukan ruang industri.
Hal itu dikatakan oleh Anggota Komisi II DPRD Konawe Selatan, Dr. Sabrilah Taridala. Di sisi lain, lanjut Sabri, rencana pembangunan pabrik menyentuh sempadan bibir Sungai Aporo yang terpantau melalui foto citra satelit.
“Kawasan masuk bendungan Sungai Aporo. Hasil foto rencana pembangunannya juga masuk sempadan Sungai Aporo,” ungkap Sabri dalam RDP itu.
Meski begitu, lanjut dia, diperbolehkan berinvestasi sepanjang tidak melanggar aturan. “Investasi harus di relnya. Silahkan berinvestasi sepanjang tidak melanggar kaidah-kaidah peraturan yang berlaku,” tuturnya.
Dia berpesan agar investasi rencana pembangunan pabrik tidak mencemari Sungai Aporo sebagai penyanggah sumber pengairan masyarakat Konawe Selatan.
Kuasa PT KAP, Liem Tony DS di pertemuan itu mengaku jika dampak positif dan negatif dalam sebuah investasi jelas ada. Namun kata dia, melihat potensi kelapa sawit di Konawe Selatan cukup besar, perusahaannya fokus dalam pembangunan pabrik.
Dia berkomitmen akan melakukan rekruitmen tenaga kerja sesuai prosedur.
Ketua Komisi II DPRD Konawe Selatan, Nadira mengingatkan investasi di Konawe Selatan harus tunduk pada rule of law (sesuai aturan) yang berlaku.
“Keadilan berinvestasi harus mengakomodir kepentingan masyarakat. Baik petani sawit, padi dan lainnya,” kata Nadira mengingatkan.
Dia menekankan agar perusahaan harus mengeluarkan kawasan sempadan Sungai Aporo seluas 0,2 hektar yang masuk dalam lahan perusahaan dalam rencana pembangunan pabrik.
Laporan: Lan