
KENDARI – LINGKARSULTRA.COM – Rumah Sakit (RS) Hermima Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga memanipulasi atau menyalahgunakan data kepesertaan pasien untuk mengklaim biaya jaminan kesehatan ke BPJS secara fiktif.
Praktek ini terkuak, setelah suami pasien bernama Ahmad Ariansyah merasa telah dirugikan dengan tindakan RS Hermina yang mengklaim jaminan kesehatan milik istrinya Yayuk Sapta Bela, padahal status istrinya pasien jalur umum.
Ahmad Ariansyah menjelaskan, sebelum kejadian ini, dia bersama istrinya datang ke klinik salah satu dokter kandungan di Kota Kendari. Di sana, istrinya diperiksa melalui USG. Hasilnya, umur kehamilan istrinya sudah masuk usia delapan bulan, dengan dianugrahi anak kembar.
Dikarenakan istrinya sudah dua kali operasi sesar, dokter kandungan yang mereka datangi pun menyarankan agar pasien melaksanakan operasi yang sama, dan kali ini diminta untuk secepatnya menjalani operasi.
“Jadi keputusan dari dr. Indah mesti dilakukan proses operasi SC, dan istri saya diberikan rujukan ke RS Hermina secepatnya untuk dilakukan pematangan paru kepada bayi di dalam kandungan istri saya,” ucap dia, Sabtu (23/8/2025).
Sehari setelah diberi rujukan, tepatnya tanggal 24 Juli 2025, Ahmad Ariansyah mengantar istrinya ke RS Hermina Kendari, dan mendaftarkan pasien menggunakan BPJS Kelas 3.
Akan tetapi, karena dirinya merasa kurang puas dengan pelayanan pengguna BPJS Kesehatan, ia lalu mengalihkan status istrinya sebagai pasien BPJS Kesehatan ke pasien jalur umum.
“Dikarenakan pelayanan yang kurang memuaskan dan berdasarkan pengalaman saya di dua tahun lalu di RS Hermina dengan proses operasi SC juga, maka saya mengambil tindakan untuk menghubungkan fasilitas perawatan umum atau tidak menggunakan BPJS Kesehatan lagi,” katanya.
Hari itu juga, Ahmad Ariansyah membayar biaya perawatan istrinya dengan total Rp17,4 juta ke Rekening Mandiri RS Hermina atas nama Medika Loka Kendari.
Di tanggal 26 Juli 2025, istrinya menjalani proses operasi SC, namun pasien saat itu mengalami pendarahan yang mesti dilakukan transfusi darah. Masih di hari yang sama, istrinya dinyatakan selesai dioperasi.
“Sekitar pukul 13.00 Wita, istri saya telah melakukan operasi SC dan saya dikaruniai anak kembar dengan jenis kelamin laki-laki, tetapi berhubung anak saya lahir belum cukup bulan kelahiran (prematur ) akhirnya dilakukan perawatan di dalam incubator,” beber dia.
Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 30 Juli 2025, istrinya dibolehkan keluar. Di hari itu juga, Ahmad Ariansyah meminta kepada bagian administrasi RS Hermina Kendari untuk memberikan bukti kwitansi pembayarannya, dengan tambahan biaya Rp2,7 juta, sehingga total kurang lebih Rp21,9 juta.
Namun pihak RS Hermjna enggan untuk memberikan bukti kwitansi pembayaran milik pasien, dengan alasan pegawai yang menangani masalah kwitansi sedang sibuk.
“Tapi saya disampaikan nanti dikirimkan lewat WhatsApp. Tanggal 31 Juli 2025, baru saya dikirimkan lewat WhatsApp setelah saya meminta dikirimkan dengan berkas PDF,” ujar dia.
“Setelah saya membuka berkas PDF tersebut ada yang keliru, dikarenakan penjamin atau nama penjamin di dalam bukti kwitansi tersebut ialah BPJS Kesehatan, sementara saya perawatan umum. Saya bertanya kembali ke pihak RS Hermina di hari itu juga tetapi tidak ada respon,” sambungnya.
Guna memastikan kekeliruan tersebut, ia kembali menghubungi pihak RS Hermina Kendari, tetapi lagi-lagi tidak ada respon dari pihak rumah sakit.
Selanjutnya, Ahmad Ariansyah mencoba mendatangi Kantor BPJS Kesehatan Kendari dengan membawa kwitansi yang diperoleh dari RS Hermina Kendari untuk mencari tahu kecurigaan penyalahgunaan jaminan kesehatan istrinya.
Setibanya ke bagian pelayanan BPJS Kesehatan Kendari, ia memperoleh informasi jika pihak RS Hermina Kendari sedang mengklaim jaminan kesehatan istrinya dengan total Rp21,9 juta.
“Berkat informasi yang saya berikan ke BPJS Kesehatan, upaya klaim rumah sakit kemudian diblokir,” tegas dia.
Lebih lanjut, ia mengaku proses mediasi sempat terjadi, setelah pihak BPJS Kesehatan mempertemukan pasien maupun RS Hermina Kendari. Hasilnya, RS Hermina Kendari mengakui kesalahannya.
“Tanggal 8 Agustus jam 9 pagi, dan hasil pertemuan tersebut pihak RS Hermina mengakui telah salah atau keliru dalam proses administrasi yang mereka lakukan, dan meminta maaf kepada saya,” imbuh Ahmad Ariansyah.
Humas RS Hermina Kendari, dr. Fauziah menanggapi isu double klaim atau klaim fiktif BPJS Kesehatan pasien yang diduga dilakukan pihak rumah sakit dengan tegas ia mengatakan tidak benar, dan hanya kesalahpahaman.
Dimana ia menerangkan, awal masuk ke rumah sakit, pasien menggunakan BPJS Kesehatan Kelas 3, dan data pasien otomatis langsung terekam di dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS).
Namun pasca itu, pasien meminta untuk mengubah statusnya dari pasien BPJS Kesehatan menjadi pasien umum atau mandiri.
“Sebelum berpindah ke umum, mestinya kami menutup alur SIM-RS nya dulu, tapi ini tidak, ada kesalahan teknis. Makanya dalam SIM-RS nya kami masih tertulis penjamin BPJS Kesehatan, dan harusnya sebelum kami berikan kwitansi ke pasien, kami cek dulu untuk menghilangkan penjaminan BPJS Kesehatan,” katanya.
Di tempat yang sama, Penanggung Jawab Pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) RS Hermina Kendari, dr. Indah menuturkan masalah adanya klaim BPJS Kesehatan sebenarnya rumah sakit tak melakukan pengklaiman sebagaimana yang dituduhkan suami pasien.
Menurutnya, penertiban Surat Eligibilitas Peserta (SEP) oleh rumah sakit, itu karena pasien merupakan peserta BPJS yang sebelumnya didaftarkan di awal masuk untuk menjalani proses operasi.
Fungsi lain SEP ini juga untuk memastikan pasien layak untuk mendapatkan layanan penjaminan kesehatan yang menjadi mitra BPJS Kesehatan.
Kemudian penerbitan SEP oleh rumah sakit ini bukan hanya semata-mata untuk klaim BPJS guna membayarkan jaminan kesehatan pasien, tetapi juga memastikan pasien ini aktif kepesertaannya.
Lalu, lewat SEP ini kelas pelayanan pasien diketahui, dan apakah kepesertaan BPJS Kesehatan pasien ditanggung pemerintah atau mandiri. Dengan demikian, jika ada narasi RS Hermina Kendari melakukan klaim pembayaran ke BPJS, itu sebuah kekeliruan.
“SEP ini terbit dan terkoneksi dengan sistem di BPJS setelah pasien masuk di rumah sakit dengan menggunakan BPJS Kesehatan, sebelum akhirnya pasien beralih ke umum. Dan perlu diketahui, kami tidak ada klaim bayar jaminan kesehatan dengan pasien atas nama Yayuk,” beber dr. Indah.
Terkait adanya pemblokiran pembayaran klaim BPJS Kesehatan yang diajukan RS Hermina Kendari, tambah dia, itu tidak benar, dan pihaknya sudah memastikan ke pihak Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kendari.
“Tidak ada pemblokiran, karena kemarin kami ketemu dengan pihak BPJS, tidak ada pemblokiran, karena memang kami tidak mengajukan upaya klaim bayar,” imbuhnya.
Dipihak lain, Bagian SDM Umum dan Komunikasi Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kendari Sandi membantah ihwal adanya pernyataan dari mereka yang menyebut telah melakukan pemblokiran upaya klaim pembayaran BPJS Kesehatan RS Hermina Kendari.
“Kami pastikan bahwa tidak ada klaim yang masuk dari RS Hermina terkait dengan pasien tersebut, dan tidak ada pernyataan yang kami sampaikan terkait hal tersebut,” ucap Sandi.
Mengenai mediasi, pihaknya mengakui jika mereka mempertemukan kedua belah pihak, sehari setelah masuknya aduan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kendari.
Saat itu, pihak Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kendari telah menyampaikan ke suami pasien bahwa tidak ada klaim yang diajukkan RS Hermina Kendari.
“SEP ini terbit setelah pasien masuk, bukan setelah keluar, dan batas SEP ini hanya untuk memastikan apakah dia pasien BPJS Kesehatan atau bukan. Tapi berjalannya waktu, pasien berubah menjadi peserta mandiri. Sehingga sejak ditindaklanjuti oleh fasilitas kesehatan, sejak itu menjadi tanggungan pasien,” tandasnya.
REDAKSI









